Senin, 21 Januari 2013

Jangan Pernah Berjanji (Part 2)

Malam demi malam kami lewati bersama. Sering kami hanya sekedar duduk santai dan bercanda layaknya teman dekat. Aku mulai merasa nyaman berada di dekatnya. Dia tak indah, tak pula sempurna, dia manja. Namun segala hal tentangnya seolah menjadi cerita unik bagiku. Caranya menghargai diri sendiri, melindungiku, atau sekedar menanyakan apa yang sedang ku lakukan.

Kami tak pernah sedikitpun PDKT seperti layaknya sejoli yang sedang dimabuk asmara. Bahkan tak pernah terpikir sebelumnya untuk bersama dan menjalin sebuah hubungan diatas kata "teman". Kami bahkan tak melakukan kebiasaan seperti sms atau telpon yang intens. Tapi hati tak bisa bohong kan?


Malam itu aku memulainya dengan sebuah pesan kecil. Rupanya dia menanggapi itu, bertukar pesan sepanjang malam sampai akhirnya aku meninggalkannya karna tak mampu menjawab pertanyaan itu. Malam itu, tepat hari ke-21 di bulan Desember, 2012. Aku terlelap? Tidak. Aku hanya mencoba untuk terlelap, membiarkan khayalku terbang jauh menggapainya. Kami terpisah tak cukup jauh, sekitar 3 atau 4 jam bila ditempuh dengan motor. Rasa ingin menemuinya menghantuiku. Aku tahan diriku, seolah pecandu yang sedang sakau. Aku tau, ini tak harus berjalan begitu cepat.

Keesokan paginya, ia memulai dengan sebuah panggilan singkat dari nomer ponselnya yang baru. Tanteku kebetulan mengangkat panggilan itu, dan itu sedikit memacu degub jantungku. Apa jadinya kalau tante tau? Tak berapa lama setelah aku mengambil alih ponselku kembali, panggilan itu datang lagi. Kami berbicara panjang hingga akhirnya kembali ke topik semalam. Aku diam dan hanya bergumam kecil, "Lapor ke jaim dulu, gue gak mau gara-gara ini gue sama jaim jadi jauh.." dan ia segera mengerti.

Sahabatku yang kebetulan sedang sibuk karena beberapa hal dari kampus kemudian meresponnya malam. Jadilah pada malam itu aku dan dia meresmikan sebuah hubungan kecil yang bodoh. Tepat pada malam ke 22 di bulan Desember, 2012.  Aku milikmu sekarang. Dan kita akan menjalani ini se-dewasa mungkin.

Aku yang merindukanmu,

Claudia Veronica